Saturday, February 25, 2012

badai serotonin

Dua kali saya bertemu dengan kamu. Di jalan yang sama dan waktu yang tipis-tipis sama. Di tengah gelombang manusia dan kebisingan jalanan pagi itu

Kali pertama kamu dengan kemeja hitam dan earphone hitam, menggores kontras di warna kulit putihmu. Kamu berjalan dengan mengerutkan dahi dan bibir mencibir. Durasi yang ditentukan kecepatan mobil saya dan kecepatan kamu berjalan hanya 3 detik, dalam itu saya mereka-reka kamu mau pergi kemana. Imajinasi saya tipikal manusia Jakarta jam 8 pagi : pergi kerja.

Kali kedua berpapasan, kamu dengan kemeja garis-garis dengan earphone yang sama warnanya. Di jalan yang sama, hanya saja lebih dekat ke ujung perempatan, beberapa menit setelah saya merayap berbelok ke jalanmu, waktu itu saya tanpa berpikir mengalihkan pandangan beberapa detik. Lucu, kamu juga.

Betul. Kita saling melihat.

Salah.

Karena saya tidak melihat depan.

Jalanan Jakarta selalu rapat di jam-jam begitu.

Diserempet motor itu biasa, makanan harian pengendara mobil di seluruh penjuru Jakarta. Kali kedua kita berpapasan itu, bemper depan saya diserempet entah keberapa kalinya, hari itu kamu menyelamatkan mood saya dari kehancurannya di awal hari. Setidaknya bagi saya, kamu tersenyum sama saya, dan saya membalas dengan senyum manis, meskipun kaca mobil saya 80% gelapnya. Mungkin saya gila. Tapi selama saya merasa senang, saya tidak keberatan terus berimajinasi.


“Dengan cara aneh kamu terasa manis

Saya bersandar di lengan kamu

Perasaan paling anarkis yang saya ketahui segera sesudahnya :

Kupu-kupu* tidak pernah mau pergi!”


(saya terinspirasi menulis kata kupu-kupu dari film Butterfly effect. Film hebat dimana pikiran bisa memanipulasi arus emosi dengan baik!)

Adios!

Naa

No comments:

Post a Comment