Seringkali setiap menyetir seorang diri, di track panjang sepanjang cipularang,
maupun track pendek-pendek pagi buta
pulang ke rumah saya menemukan banyak pemikran dan emosi, yang sering kali
lebih banyak tertumpah saat saya duduk di kursi driver, saya tidak tahu apakah orang-orang lalin juga melakukan hal
yang sama, misalnya sesenggukan menangis selama menyetir di tol sampai bibir
terasa bengkak pasca disengat lebah, belum pernah sih, hanya mengira-ngira saja
rasanya.
Lantas ada dua hal yang saya pikirkan tadi selama
menyalip-nyalip truk-truk sebesar megatron di tol Cikampek, pertama, kenapa
kita membenci, dan tidak bisakah kita berhenti membenci. Perasaan itu bukanlah
sesuatu yang asing selama kita hidup menjadi manusia. Kita benci benda, kita
benci pengalaman-pengalaman pahit, beberapa dari kita malah membenci diri
sendiri. Semua dengan alasan yang kita percaya membenarkan kebencian. Pada
intinya, selalu ada pembenaran yang tampak logis, atau yang logis dan tampak
benar, mana pembenaran yang tepat, hanya dinilai secara individual. Saya bisa
tidak sepaham dengan orang yang membenci seseorang dari etnis tertentu karena
menggenalisir negara asal etnis tersebut yang disebut-sebut di berita merugikan
negara kita, tapi ketidaksepahaman saya tidak dapat menjadikannya berhenti membenci
kelompok etnis tersebut.
Saya punya daftar hal-hal yang saya benci, tapi syukurlah
saya tidak punya daftar resmi orang-orang yang saya benci. Saya suma punya
daftar orang yang tidak saya suka atau tidak lagi saya sukai. Karena sepertinya
membenci orang merupakan tindakan yang berrisko, banyak energi saya yang akan
habis bila membenci seseorang, contohnya sewaktu saya belajar membenci teman
sekelah saya sewaktu saya masih SD. Karena dia sangat pintar dan saya
berkali-kali duduk di peringkat dua di bawahnya. Saya merasa menghabiskan
banyak energi untuk tidak mau bertanya apapun tentang pelajaran padanya, atau
meminjam barangnya, atau sekedar mengundangnya ke acara perayaan ulang tahun
saya, aksi-aksi yang tidak perlu, yang membuat saya bergidik memikirkannya.
Lalu seorang guru sewaktu saya sekolah SMP menyebutkan satu
kalimat yang terngiang dan berandil sedikit dalam mengubah pandangan saya
tentang kebencian : kita tidak diciptakan untuk membenci, itu hanya perasaan
tidak suka yang terus kita pertahankan. Saya pikir-pikir kalimat itu ada
benarnya, kita akan selalu bertemu orang yang melakukan hal-hal menyebalkan
yang bisa saja membuat kita tidak menyukai orang tersebut, tapi alasan itu saya
rasa hanya cukup untuk melandasi ketidaksukaan yang sesaat, kalau sampai kita
menciptakan alasan-alasan lain maka saat itu kita memutuskan untuk membencinya,
dan menurut saya tanpa kita sadari kita melakukan segala hal untuk melanjutkan
alasan itu, dan menciptakan kebencian, dan mungkin kita tidak mengakui bahwa
hal-hal itu membuat kita kelelahan.
Dengan menulis ini saya tidak menyatakan bahwa saya adalah
orang yang lurus-lurus saja dan tidak pernah membenci orang lain. Beberapa kali
pun semasa kuliah saya sebagai seorang sahabat wanita yang baik ikut membenci
mantan pacar teman saya, atau pacar barunya mantan teman saya, dalam tahun
kemarin saya baru saja dinobatkan menjadi public
enemy di genk tertua saya (tertua usia pertemanannya) dan rasanya tidak
usah diwawancara satu-satu apakah mereka membenci saya atau tidak. Melalui
mereka saya belajar untuk tidak membenci dua hal, membenci mereka karena
berhenti berteman dan membenci diri saya sendiri karena memutuskan pertemanan
lantaran tak kuat hati dan tak kuat malu diasingkan. Karena saya lelah
membenarkan alasan saya untuk membenci mereka yang menyakiti hati saya dan
membenci diri saya sendiri atas tindakan ekstrem saya yang membuat mereka
pergi, karena bagi saya kesalahan yang kita perbuat adalah one time thing, biar seberat apa pun, yang tidak kita sukai adalah
tindakannya, bukan orangnya.
Rasanya sulit ya menemukan alasan paling tepat tidak
menyukai seseorang selain karena sifat maupun perbuatannya, tapi kalau
mengingat hakikat kelahiran manusia yang ditakdirkan bersih dari nol, dengan
segala kebaikan yang ditabung orangtua selama membesarkan kita, membenci adalah
sikap pilihan yang kita bentuk seiring waktu, bukan sikap yang diturunkan atau sesuatu
yang dikodekan melalui DNA.
naa
"tak sulit mengingatkan tentangmu
semua kenangan yang kita tulis sepanjang masa bersama
hingga satu titik kuputuskan untuk menambah warna lain dalam ceruk pelangimu
melunturkan mejikuhibiniu pertemanan yang kita terjemahkan semasa muda
aku lupa mengatakan maaf
kamu tidak bilang kapan akan berhenti berseberangan
semua tiba-tiba berhenti
sudah hampir setahun sampai kini
kapan kita berhenti dalam diam saling membantai
dan suatu hari bisa bicara dalam damai?"
No comments:
Post a Comment